Sustainable Fashion: Mengapa Membeli Baju Bekas Adalah Tren Terbaik untuk Bumi

Di tengah derasnya arus industri fast fashion yang terus memproduksi pakaian murah dan cepat, muncul sebuah tren perlawanan yang ramah lingkungan: membeli baju bekas atau thrifting. Praktik ini, yang sering disebut sebagai bagian dari gerakan Sustainable Fashion, telah bertransformasi dari sekadar pilihan ekonomis menjadi pernyataan moral dan gaya hidup yang paling bertanggung jawab terhadap planet. Sustainable Fashion tidak hanya berbicara tentang bahan baku yang ramah lingkungan, tetapi juga tentang memperpanjang usia pakai setiap helai pakaian. Membeli barang bekas secara efektif memutus rantai konsumsi yang merusak lingkungan, menjadikan thrifting sebagai pilihan fashion terbaik untuk kesehatan Bumi.


Jejak Karbon dan Limbah Tekstil

Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri fast fashion sangatlah masif. Menurut laporan dari berbagai lembaga lingkungan, industri fesyen global menyumbang sekitar 10% dari total emisi karbon tahunan dunia, angka yang lebih besar daripada gabungan emisi penerbangan internasional dan pelayaran laut. Polusi ini berasal dari seluruh rantai pasok: mulai dari pertanian kapas yang membutuhkan ribuan liter air (diperkirakan satu kemeja katun membutuhkan sekitar 2.700 liter air) dan penggunaan pestisida kimia, hingga proses pewarnaan tekstil yang membuang limbah cair beracun ke sungai.

Masalah krisis lingkungan ini diperparah dengan volume limbah tekstil yang tak terbayangkan. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia mencatat bahwa sampah tekstil menyumbang sekitar 2,87% dari total timbulan sampah nasional pada tahun 2023. Angka ini setara dengan jutaan ton pakaian yang berakhir di TPA, dan karena sebagian besar terbuat dari serat sintetis seperti poliester, pakaian ini membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, melepaskan mikroplastik ke lingkungan. Setiap kali seseorang memilih baju bekas, ia secara langsung mengurangi permintaan untuk produksi baru, sekaligus mencegah sebuah pakaian berakhir di TPA. Ini adalah esensi sejati dari Sustainable Fashion.


Perpanjangan Siklus Hidup dan Nilai Ekonomi Sirkular

Keputusan untuk membeli baju bekas adalah manifestasi paling sederhana dari ekonomi sirkular dalam industri fesyen. Daripada mengikuti model linier (take-make-dispose atau ambil-buat-buang), thrifting menjaga agar barang tetap berada dalam siklus pemakaian selama mungkin. Ini adalah tindakan reuse yang paling efektif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli keberlanjutan pada pertengahan tahun 2024, satu pakaian bekas yang dibeli dapat menghemat rata-rata 4,5 kg emisi karbon yang seharusnya dihasilkan untuk memproduksi pakaian baru.

Lebih dari sekadar statistik lingkungan, thrifting juga menghadirkan kesempatan untuk mendapatkan gaya yang unik dan orisinal. Banyak barang bekas yang merupakan vintage atau dari merek berkualitas tinggi yang tidak lagi diproduksi, menjadikannya ‘harta karun’ yang eksklusif. Komunitas penggemar Sustainable Fashion di Indonesia, yang aktif mengadakan pasar vintage setiap hari Minggu, melaporkan adanya peningkatan transaksi signifikan. Contohnya, pada acara Vintage Market Day di sebuah pusat komunitas pada Minggu, 27 Oktober 2025, tercatat lebih dari 5.000 transaksi dilakukan, menunjukkan bahwa kesadaran akan mode berkelanjutan kini menjadi tren mainstream di kalangan generasi muda.

Melalui thrifting, kita tidak hanya berhemat dalam pengeluaran, tetapi juga berinvestasi pada masa depan Bumi. Mengubah kebiasaan konsumsi kita, dari terobsesi dengan barang baru menjadi menghargai barang yang sudah ada, adalah langkah revolusioner yang harus terus didorong.